Satu Per Empat
Sore
itu, sehabis sholat Ashar seluruh santri bekumpul dijerambah masjid guna
melaksanakan pengajian wethon. Pengajian yang rutin dilakasanakan setiap harinya
itu diajar langsung oleh Pak Kyai. Sambil menunggu P.Kyai yang masih wiridan
didalam Masjid para santri ada yang belajar sendiri mengulangi pelajaran
yang sudah dijelaskan, ada juga yang menambal kitabnya yang masih kosong. Tidak
seperti biasanya, pada sore itu P.Kyai tidak mebacakan makna kitab, melainkan
beliau memberikan wejangan . beliau menegesakan bahwa mondok itu yang
penting yakin, jangan sampai salah niat dalam mencari ilmu yaitu niat mencari
ridlo Allah semata , dan harus memiliki himmah (cita-cita) yang tinggi.
Beliau pun bertanya pada seorang santri.
“
kang, awakmu nduwe kepinginan opo ?“.
“
anu yai, ku...lo pengen dados tiyang ingkang pinter.” Jawab Santri.
“
Awakmu pengen pinter ? awkmu wes belajar tenanan ta? Nduwe semangat karo
gairah belajar ta ?” Tanya Pak Kyai.
“Sam....sampun
Yai.” Jawab santri dengan terbata-bata.
“
Nek menurutku, semangatmu belajar gairahmu belajar kuwi jek kurang,
semangatmu kuwi ora onok seperepate (satu per empat) semangatku le. Piye
carane isok pinter nek semangatmu ae kurang.” Terang P.Yai. mendengar
jawaban tersebut, santri itu pun kaget. Membuatnya terdiam seribu bahasa. Dalam hatinya berkata
“ piye carane isok pinter koyok p.Yai opo maneh ngeluwihi , nek semangatku
ae durung onok seperepate.”
Setelah
itu , Beliau memberikan sebuah wejangan lagi. “ nek wong disek iso, lapo
wong saiki gak iso? Keadaan boleh berubah, waktu boleh berubah , tapi hanya
satu yang tak boleh berubah, yaitu perubahan itu sendiri, semngat untuk
berubah.” Selesai memberi wejangan Pak Kyai menutup pengajian pada sore itu
dengan salam. Kemudian dijawab secara serentak oleh para santri.
WALLAAHU
‘ALAM.
Show
0 Comments
prev
next