Snippet
http://basayevz.files.wordpress.com/2011/02/2.jpg 
Biografi

Abu Nawas adalah salah seorang penyair dan pujangga sastra Arab klasik. Namanya sering dikaitkan dengan cerita Seribu Satu Malam. Ia dilahirkan pada 145 H atau 747M di kota Ahvaz Persia (Iran). Abu Nawas memiliki nama asli Abu Ali al-Hasan bin Hani al-Hakami,biasanya dikenal sebagai Abū-awās atau Abū-Nuwās (Bahasa Arab:ابونواس), dari ayah seorang anggota legiun militer Marwan II yaitu Hani Al Hakam yang seorang Arab dan ibu seorang Persia bernama Jalban dimana pekerjaannya adalah mencuci kain wol.
Sejak kecil Abu Nawas sudah yatim, ibunya harus banting tulang bekerja keras untuk memenuhi kebutuhan keluarga.  Abu Nawas juga seperti anak lainnya dimana umurnya waktu kecil dihabiskan untuk belajar pada orang terpelajar lainnya. Abu Nawas sangat menyukai syair. Ia belajar sastra Arab dari Abu Zaid al-Anshari dan Abu Ubaidah. Abu Nawas juga memperdalam Al Quran dari seorang ahli yang bernama Ya’qub al Hadrami sedangkan ilmu hadist belajar dari Abu Walid bin Ziyad, Muktamir bin Sulaiman, Yahya bin Said al Qattan dan Azhar bin Sa’ad as Samman.

Orang-orang yang sangat mempengaruhi gaya bahasa Abu Nawas dalam menulis syair adalah Walibah bin Habab al-Asadi. Ia adalah penyair dari Kufah yang sangat tertarik dengan bakat Abu Nawas. Dari penyair inilah akhirnya gaya bahasa syair Abu Nawas yang awalnya kasar menjadi lebih halus, berkelas dan teratur. Dalam gemblengan Walibah bin Habab al-Asadi, Abu Nawas berhasil mencapai puncak karirnya.
Menjadi Penyair Terkenal

Abu Nawas yang sudah terkenal itu kemudian pindah ke Baghdad yang merupakan pusat peradapan dan kejayaan dunia saat itu (mungkin kalau sekarang seperti Amerika). Di pusat peradapan Dinasti Abbasyiah inilah ia kemudian banyak bergaul dengan para bangsawan. Abu Nawas sering bersyair untuk para bangsawan dan saudagar. Tentunya syairnya banyak yang berisi kata-kata pujian dan sanjungan agar mereka senang dan memberikan upah yang tinggi untuk Abu Nawas. Ia jadi terkenal sebagai penyair yang menjilat penguasa untuk kepentingan dirinya.
Gaya hidup Abu Nawas menjadi sering glamour dan hura-hura, banyak hal kontroversial yang dilakukannya. Ia tampil sebagai tokoh unik sekaligus kontroversial dalam khasanah sastra Arab.
Didalam suatu kitab sejarah sastra Arab yang berjudul Al-Wasith fil Adabil 'Arabi wa Tarikhihi, Abu Nawas diceritakan sebagai seorang penyair dan sastrawan yang multi talenta, cerdik, multivisi, tajam berkata-kata dan tentunya jenaka. Ia sebenarnya juga menulis karya-karya ilmiah akan tetapi jarang dibahas dan tertutup oleh karya syairnya. Ia terkenal sebagai penyair yang jenaka, bertingkah lucu dan tak lazim.
Kepandaiannya dalam menulis syair dan puisi memikat penguasa saat itu yaitu Raja Harun Al Rasyid yang kemudian memanggilnya ke istana untuk dijadikan syairul bilad atau penyair istana.
Abu Nawas Dipenjarakan

Abu Nawas tak selalu berlimpah kemewahan, Di akhir hidupnya ia malah terkena masalah dengan penguasa setempat. Ketika Abu Nawas membaca puisi Kafilah Bani Mudar untuk Khalifah, tak disangka Khalifah tersinggung dengan puisi Abu Nawas. Sang penguasa akhirnya menjebloskan Abu Nawas ke penjara.
Di penjara inilah kehidupan Abu Nawas berubah drastis yang semula penuh kemewahan menjadi penuh keprihatinan, namun justru saat itulah sisi spiritualnya terketuk. Ia jadi sering mendekatkan diri pada Allah. Syair-syair dan puisinya yang awalnya berisi kepongahan dan keglamoran menjadi lebih bernuansa religi dan kepasrahan kepada Allah.
Seorang sahabatnya, Abu Hifan bin Yusuf bin Dayah, memberi kesaksian, akhir hayat Abu Nawas sangat diwarnai dengan kegiatan ibadah. Beberapa sajaknya menguatkan hal itu. Salah satu bait puisinya yang sangat indah merupakan ungkapan rasa sesal yang amat dalam akan masa lalunya.
 Mengenai tahun meningalnya, banyak versi yang saling berbeda. Ada yang menyebutkan tahun 190 H/806 M, ada pula yang 195H/810 M, atau 196 H/811 M. Sementara yang lain tahun 198 H/813 M dan tahun 199 H/814 M. Konon Abu Nawas meninggal karena dianiaya oleh seseorang yang disuruh oleh keluarga Nawbakhti – yang menaruh dendam kepadanya. Ia dimakamkan di Syunizi di jantung Kota Baghdad.


- Bangsa Mongol dan Dinasti IlkhanPada tahun 565 H/1258 M, tentara Mongol yang berkekuatan sekitar 200.000 orang tiba di salah satu pintu Baghdad. Khalifah Al-Mu’tashim betul-betul tidak berdaya dan tidak mampu membendung “topan” tentara Hulagho Khan. Kota Baghdad dihancurkan rata dengan tanah, dan Hulagho Khan menancapkan kekuasaan di Banghdad selama dua tahun, sebelum melanjutkan gerakan ke Syiria dan Mesir.
Jatuhnya kota Baghdad pada tahun 1258 M ke tangan bangsa Mongol bukan saja mengakhiri khilafah Abbasiyah di sana, tetapi juga merupakan awal dari masa kemunduran politik dan peradaban Islam, karena Baghdad sebagai pusat kebudayaan dan peradaban Islam yang sangat kaya dengan khazanah ilmu pengetahuan itu ikut pula lenyap dibumihanguskan oleh pasukan Mongol yang dipimpin Hulagu Khan tersebut.
Bangsa Mongol berasal dari daerah pegunungan Mongolia yang membentang dari Asia Tengah sampai ke Siberia Utara, Tibet Selatan dan Manchuria Barat serta Turkistan Timur. Nenek moyang mereka bernama Alanja Khan, yang mempunyai dua putera kembar, Tatar dan Mongol. Kedua putera itu melahirkan dua suku bangsa besar, Mongol dan Tartar. Mongol mempunyai anak bernama Ilkhan, yang melahirkan keturunan pemimpin bangsa Mongol di kemudian hari.
Dalam rentang waktu yang sangat panjang, kehidupan bangsa Mongol tetap sederhana. Mereka mendirikan kemah-kemah dan berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat lain, menggembala kamhing dan hidup dari hasil buruan. Mereka juga hidup dari hasil perdagangan tradisional, yaitu mempertukarkan kulit binatang dengan binatang yang lain, baik di antara sesama mereka maupun dengan hangsa Turki dan Cina yang menjadi tetangga mereka. Sebagaimana umumnya hangsa nomad, orang-orang Mongol mempunyai watak yang kasar, suka berperang, dan berani menghadang maut dalam mencapai keinginannya. Akan tetapi, mereka sangat patuh kepada pemimpinnya. Mereka menganut agama Syamaniah (Syamanism), menyembah bintang-bintang, dan sujud kepada matahari yang sedang terbit.
Kemajuan bangsa Mongol secara besar-besaran terjadi pada masa kepemimpinan Yasugi Bahadur Khan. la herhasil menyatukan 13 kelompok suku yang ada waktu itu. Setelah Yasugi meninggal, puteranya, Timujin yang masih berusia 13 tahun tampil sebagai pemimpin. Dalam waktu 30 tahun, ia berusaha memperkuat angkatan perangnya dengan menyatukan hangsa Mongol dengan suku bangsa lain sehingga menjadi satu pasukan yang teratur dan tangguh. Pada tahun 1206 M, ia mendapat gelar Jengis Khan, Raja Yang Perkasa. la menetapkan suatu undang-undang yang disebutnya Alyasak atau Alyasah, untuk mengatur kehidupan rakyatnya. Wanita mempunyai kewajiban/yang sama dengan laki-laki dalam kemiliteran. Pasukan perang dibagi dalam beberapa kelompok besar dan kecil, seribu, dua ratus, dan sepuluh orang. Tiap-tiap kelompok dipimpin oleh seorang komandan. Dengan demikian bangsa Mongol mengalami kemajuan pesat di bidang militer.
Setelah pasukan perangnya terorganisasi dengan haik, Jengis Khan berusaha memperluas wilayah kekuasaan dengan melakukan penaklukan terhadap daerah-daerah lain. Serangan pertama diarahkan ke kerajaan Cina. la herhasil menduduki Peking tahun 1215 M. Sasaran selanjutnya adalah negeri-negeri Islam. Pada tahun 606 H/1209 M, tentara Mongol keluar dari negerinya dengan tujuan Turki dan Ferghana, kemudian terus ke Samarkand. Pada mulanya mereka mendapat perlawanan berat dari penguasa Khawarizm, Sultan Ala al-Din di Turkistan. Pertempuran berlangsung seimbang. Karena itu, masing-masing kembali ke negerinya. Sekitar sepuluh tahun kemudian mereka masuk Bukhara, Samarkand, Khurasan, Hamadzan, Quzwain, dan sampai ke perbatasan Irak. Di Bukhara, ibu kota Khawarizm, mereka kembali mendapat perlawanan dari Sultan Ala al-Din, tetapi kali ini mereka dengan mudah dapat mengalahkan pasukan Khawarizm, Sultan Ala al-Din tewas dalam pertempuran di Mazindaran tahun 1220 M. la digantikan oleh puteranya, Jalal al-Din yang kemudian melarikan diri ke India karena terdesak dalam pertempuran di dekat Attock tahun 1224 M. Dari sana pasukan Mongol terus ke Azerbaijan: Di setiap daerah yang dilaluinya, pembunuhan besar-besaran terjadi. Bangunan-bangunan indah dihancurkan sehingga tidak berbentuk lagi, demikian juga isi bangunan yang sangat bernilai sejarah. Sekolah-sekolah, mesjid-mesjid dan gedung-gedung lainnya dibakar.
Pada saat kondisi fisiknya mulai lemah, Jengis Khan membagi wilayah kekuasaannya menjadi empat bagian kepada empat orang puteranya, yaitu Juchi, Chagatai, Ogotai dan Tuli. Chagatai berusaha menguasai kembali daerah-daerah Islam yang pemah ditaklukkan dan berhasil merebut Illi, Ferghana, Ray, Hamazan, dan Azerbaijan. Sultan Khawarizm, Jalal al-Din berusaha keras membendung serangan tentara Mongol ini, namun Khawarizm tidak sekuat dulu. Kekuatannya sudah banyak terkuras dan akhirnya terdesak. Sultan melarikan diri. Di sebuah daerah pegunungan ia dibunuh oleh seorang Kurdi. Dengan demikian, berakhirlah kerajaan Khawarizm. Kematian Sultan Khawarizmsyah itu membuka jalan bagi Chagatai untuk melebarkan sayap kekuasaannya dengan lebih leluasa.
Saudara Chagatai, Tuli Khan menguasai Khurasan. Karena kerajaan-kerajaan Islam sudah terpecah belah dan kekuatannya sudah lemah. Tuli dengan mudah dapat menguasai Irak. la meninggal tahun 654 H/1256 M, dan digantikan oleh puteranya, Hulagu Khan.
Pada tahun 656 H/1258 M, tentara Mongol yang berkekuatan sekitar 200.000 orang tiba di salah satu pintu Baghdad. Khalifah al-Mu'tashim, penguasa terakhir Bani Abbas di Baghdad (1243 - 1258), betul-betul tidak mampu membendung "topan" tentara Hulagu Khan. Pada saat yang kritis tersebut, wazir khilafah Abbasiyah. Ibn al-' Alqami ingin mengambil kesempatan dengan menipu khalifah. la mengatakan kepada khalifah. "Saya telah menemui mereka untuk perjanjian damai. Raja (Hulagu Khan) ingin mengawinkan anak perempuannya dengan Abu Bakr. putera khalifah. Dengan demikian, Hulagu Khan akan menjamin posisimu. la tidak menginginkan sesuatu kecuali kepatuhan, sebagaimana kakek- kakekmu terhadap sultan-sultan Seljuk.
Khalifah menerima usul itu. la keluar bersama beberapa orang pengikut dengan membawa mutiara, permata dan hadiah-hadiah berharga lainnya untuk diserahkan kepada Hulagu Khan. Hadiah-hadiah itu dibagi-bagikan Hulagu kepada para panglimanya. Kebe- rangkatan khalifah disusul oleh para pembesar istana yang terdiri dari ahli fikih dan orang-orang terpandang. Tetapi, sambutan Hulagu Khan sungguh di luar dugaan khalifah. Apa yang dikatakan wazirya temyata tidak benar. Mereka semua. termasuk wazir sendiri. dibunuh dengan leher dipancung secara bergiliran. Dengan pembunuhan yang kejam ini. berakhirlah kekuasaan Abbasiyah di Baghdad. Kota Baghdad sendiri dihancurkan rata dengan tanah, sebagaimana kota-kota lain yang dilalui tentara Mongol tersebut.
Walaupun sudah dihancurkan, Hulagu Khan memantapkan kekuasaannya di Baghdad selama dua tahun, sebelum melanjutkan gerakan ke Syria dan Mesir. Dari Baghdad pasukan Mongol menyeberangi sungai Euphrat menuju Syria, kemudian melintasi Sinai, Mesir. Pada tahun 1260 M mereka berhasil menduduki Nablus dan Gaza. Panglima tentara Mongol, Kitbugha, mengirim utusan ke Mesir meminta supaya Sultan Qutuz yang menjadi raja kerajaan Mamalik di sana menyerah. Permintaan itu ditolak oleh Qutuz, bahkan utusan Kitbugha dibunuhnya.
Tindakan Qutuz ini menimbulkan kemarahan di kalangan tentara Mongol. Kitbugha kemudian melintasi Yordania menuju Galilie. Pasukan ini bertemu dengan pasukan Mamalik yang dipimpin langsung oleh Qutuz dan Baybras di ' Ain Jalut. Pertempuran dahsyat terjadi, pasukan Mamalik berhasil menghancurkan tentara Mongol, 3 September 1260 M.
Baghdad dan daerah-daerah yang ditaklukkan Hulagu selanjutnya diperintah oleh dinasti Ilkhan. Ilkhan adalah gelar yang diberikan kepada Hulagu. Daerah yang dikuasai dinasti ini adalah daerah yang ter1etak antara Asia Kecil di barat dan India di timur, dengan ibukotanya Tabriz. Umat Islam, dengan demi dipimpin oleh Hulagu Khan, seorang raja yang beragama Syamanism. Hulagu meninggal tahun 1265 M dan diganti oleh anaknya, Abaga ( 1265-1282 M) yang masuk Kristen. Baru rajanya yang ketiga, Ahmad Teguder ( 1282-1284M), yang masuk Islam. Karena masuk Islam, Ahmad Teguder ditantang oleh pembesar- pembesar kerajaan yang lain. Akhimya, ia ditangkap dan dibunuh oleh Arghun yang kemudian menggantikannya menjadi raja (1284-1291 M). Raja dinasti Ilkhan yang keempat ini sangat kejam terhadap umat Islam. Banyak di antara mereka yang dibunuh dan diusir .
Selain Teguder, Mahmud Ghazan ( 1295-1304 M), raja yang ketujuh, dan raja-raja selanjutnya adalah pemeluk agama Islam. Dengan masuk Islamnya Mahmud Ghazan -sebelumnya beragama Budha, Islam meraih kemenangan yang sangat besar terhadap agama Syamanisme. Sejak itu pula orang-orang Persia mendapatkan kemerdekaannya kembali .
Berbeda dengan raja-raja sebelumnya, Ghazan mulai memperhatikan perkembangan peradaban. la seorang pelindung ilmu pengetahuan dan sastera. la amat gemar kepada kesenian terutama arsitektur dan ilmu pengetahuan alam seperti astronomi, kimia, mineralogi, metalurgi dan botani. la membangun semacam biara untuk para darwis, perguruan tinggi untuk mazhab Syafi'i dan Hanafi, sebuah perpustakaan, observatorium, dan gedung-gedung umum lainnya. la wafat dalam usia muda, 32 tahun, dan digantikan oleh Muhammad Khudabanda Uljeitu (1304-1317 M), seorang penganut syi'ah yang ekstrem. la mendirikan kota raja Sultaniyah, dekat Zan jan. Pada masa pemerintahan Abu Sa' id ( 1317-1335 M), pengganti Muhammad Khudabanda, terjadi bencana kelaparan yang sangat menyedihkan dan angin topan dengan hujan es yang mendatangkan malapetaka. Kerajaan Ilkhan yang didirikan Hulagu Khan ini terpecah belah sepeninggal Abu Sa'id. Masing-masing pecahan saling memerangi. Akhirnya, mereka semua ditaklukkan oleh Timur Lenk.
Khilafah Rasyidah merupakan pemimpin umat Islam setelah Nabi Muhammad SAW wafat, yaitu pada masa pemerintahan Abu Bakar, Umar bin Khattab, Utsman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib, dimana sistem pemerintahan yang diterapkan adalah pemerintahan yang demokratis.
Nabi Muhammad SAW tidak meninggalkan wasiat tentang siapa yang akan menggantikan beliau sebagai pemimpin politik umat Islam setelah beliau wafat. Beliau nampaknya menyerahkan persoalan tersebut kepada kaum muslimin sendiri untuk menentukannya. Karena itulah, tidak lama setelah beliau wafat; belum lagi jenazahnya dimakamkan, sejumlah tokoh Muhajirin dan Anshar berkumpul di balai kota Bani Sa'idah, Madinah. Mereka memusyawarahkan siapa yang akan dipilih menjadi pemimpin. Musyawarah itu berjalan cukup alot karena masing-masing pihak, baik Muhajirin maupun Anshar, sama-sama merasa berhak menjadi pemimpin umat Islam. Namun, dengan semangat ukhuwah Islamiyah yang tinggi, akhirnya, Abu Bakar terpilih. Rupanya, semangat keagamaan Abu Bakar mendapat penghargaan yang tinggi dari umat Islam, sehingga masing-masing pihak menerima dan membaiatnya.
Sebagai pemimpin umat Islam setelah Rasul, Abu Bakar disebut Khalifah Rasulillah (Pengganti Rasul) yang dalam perkembangan selanjutnya disebut khalifah saja. Khalifah adalah pemimpin yang diangkat sesudah Nabi wafat untuk menggantikan beliau melanjutkan tugas-tugas sebagai pemimpin agama dan kepala pemerintahan.
Abu Bakar menjadi khalifah hanya dua tahun. Pada tahun 634 M ia meninggal dunia. Masa sesingkat itu habis untuk menyelesaikan persoalan dalam negeri terutama tantangan yang ditimbulkan oleh suku-suku bangsa Arab yang tidak mau tunduk lagi kepada pemerintah Madinah. Mereka menganggap bahwa perjanjian yang dibuat dengan Nabi Muhammad SAW, dengan sendirinya batal setelah Nabi wafat. Karena itu mereka menentang Abu Bakar. Karena sikap keras kepala dan penentangan mereka yang dapat membahayakan agama dan pemerintahan, Abu Bakar menyelesaikan persoalan ini dengan apa yang disebut Perang Riddah (perang melawan kemurtadan). Khalid ibn Al-Walid adalah jenderal yang banyak berjasa dalam Perang Riddah ini.
Nampaknya, kekuasaan yang dijalankan pada masa Khalifah Abu Bakar, sebagaimana pada masa Rasulullah, bersifat sentral; kekuasaan legislatif, eksekutif dan yudikatif terpusat di tangan khalifah. Selain menjalankan roda pemerintahan, Khalifah juga melaksanakan hukum. Meskipun demikian, seperti juga Nabi Muhammad SAW, Abu Bakar selalu mengajak sahabat-sahabat besarnya bermusyawarah.
Setelah menyelesaikan urusan perang dalam negeri, barulah Abu Bakar mengirim kekuatan ke luar Arabia. Khalid ibn Walid dikirim ke Iraq dan dapat menguasai al-Hirah di tahun 634 M. Ke Syria dikirim ekspedisi di bawah pimpinan empat jenderal yaitu Abu Ubaidah, Amr ibn 'Ash, Yazid ibn Abi Sufyan dan Syurahbil. Sebelumnya pasukan dipimpin oleh Usamah yang masih berusia 18 tahun. Untuk memperkuat tentara ini, Khalid ibn Walid diperintahkan meninggalkan Irak, dan melalui gurun pasir yang jarang dijalani, ia sampai ke Syria.
Abu Bakar meninggal dunia, sementara barisan depan pasukan Islam sedang mengancam Palestina, Irak, dan kerajaan Hirah. Ia diganti oleh "tangan kanan"nya, Umar ibn Khattab. Ketika Abu Bakar sakit dan merasa ajalnya sudah dekat, ia bermusyawarah dengan para pemuka sahabat, kemudian mengangkat Umar sebagai penggantinya dengan maksud untuk mencegah kemungkinan terjadinya perselisihan dan perpecahan di kalangan umat Islam. Kebijaksanaan Abu Bakar tersebut ternyata diterima masyarakat yang segera secara beramai-ramai membaiat Umar. Umar menyebut dirinya Khalifah Rasulillah (pengganti dari Rasulullah). Ia juga memperkenalkan istilah Amir al-Mu'minin (Komandan orang-orang yang beriman).
Di zaman Umar gelombang ekspansi (perluasan daerah kekuasaan) pertama terjadi; ibu kota Syria, Damaskus, jatuh tahun 635 M dan setahun kemudian, setelah tentara Bizantium kalah di pertempuran Yarmuk, seluruh daerah Syria jatuh ke bawah kekuasaan Islam. Dengan memakai Syria sebagai basis, ekspansi diteruskan ke Mesir di bawah pimpinan 'Amr ibn 'Ash dan ke Irak di bawah pimpinan Sa'ad ibn Abi Waqqash. Iskandaria, ibu kota Mesir, ditaklukkan tahun 641 M. Dengan demikian, Mesir jatuh ke bawah kekuasaan Islam. Al-Qadisiyah, sebuah kota dekat Hirah di Iraq, jatuh tahun 637 M. Dari sana serangan dilanjutkan ke ibu kota Persia, al-Madain yang jatuh pada tahun itu juga. Pada tahun 641 M, Mosul dapat dikuasai. Dengan demikian, pada masa kepemimpinan Umar, wilayah kekuasaan Islam sudah meliputi Jazirah Arabia, Palestina, Syria, sebagian besar wilayah Persia, dan Mesir.
Karena perluasan daerah terjadi dengan cepat, Umar segera mengatur administrasi negara dengan mencontoh administrasi yang sudah berkembang terutama di Persia. Administrasi pemerintahan diatur menjadi delapan wilayah propinsi: Makkah, Madinah, Syria, Jazirah Basrah, Kufah, Palestina, dan Mesir. Beberapa departemen yang dipandang perlu didirikan. Pada masanya mulai diatur dan ditertibkan sistem pembayaran gaji dan pajak tanah. Pengadilan didirikan dalam rangka memisahkan lembaga yudikatif dengan lembaga eksekutif. Untuk menjaga keamanan dan ketertiban, jawatan kepolisian dibentuk. Demikian pula jawatan pekerjaan umum. Umar juga mendirikan Bait al-Mal, menempa mata uang, dan menciptakan tahun hijrah.
Umar memerintah selama sepuluh tahun (13-23 H/634-644 M). Masa jabatannya berakhir dengan kematian. Dia dibunuh oleh seorang budak dari Persia bernama Abu Lu'lu'ah. Untuk menentukan penggantinya, Umar tidak menempuh jalan yang dilakukan Abu Bakar. Dia menunjuk enam orang sahabat dan meminta kepada mereka untuk memilih salah seorang diantaranya menjadi khalifah. Enam orang tersebut adalah Usman, Ali, Thalhah, Zubair, Sa'ad ibn Abi Waqqash, Abdurrahman ibn 'Auf. Setelah Umar wafat, tim ini bermusyawarah dan berhasil menunjuk Utsman sebagai khalifah, melalui persaingan yang agak ketat dengan Ali ibn Abi Thalib.

Di masa pemerintahan Utsman (644-655 M), Armenia, Tunisia, Cyprus, Rhodes, dan bagian yang tersisa dari Persia, Transoxania, dan Tabaristall berhasil direbut. Ekspansi Islam pertama berhenti sampai di sini.
Pemerintahan Usman berlangsung selama 12 tahun, pada paruh terakhir masa kekhalifahannya muncul perasaan tidak puas dan kecewa di kalangan umat Islam terhadapnya. Kepemimpinan Usman memang sangat berbeda dengan kepemimpinan Umar. Ini mungkin karena umumnya yang lanjut (diangkat dalam usia 70 tahun) dan sifatnya yang lemah lembut. Akhirnya pada tahun 35 H 1655 M, Usman dibunuh oleh kaum pemberontak yang terdiri dari orang-orang yang kecewa itu.
Salah satu faktor yang menyebabkan banyak rakyat kecewa terhadap kepemimpinan Usman adalah kebijaksanaannya mengangkat keluarga dalam kedudukan tinggi. Yang terpenting diantaranya adalah Marwan ibn Hakam. Dialah pada dasarnya yang menjalankan pemerintahan, sedangkan Usman hanya menyandang gelar Khalifah. Setelah banyak anggota keluarganya yang duduk dalam jabatan-jabatan penting, Usman laksana boneka di hadapan kerabatnya itu. Dia tidak dapat berbuat banyak dan terlalu lemah terhadap keluarganya. Dia juga tidak tegas terhadap kesalahan bawahan. Harta kekayaan negara, oleh karabatnya dibagi-bagikan tanpa terkontrol oleh Usman sendiri.
Meskipun demikian, tidak berarti bahwa pada masanya tidak ada kegiatan-kegjatan yang penting. Usman berjasa membangun bendungan untuk menjaga arus banjir yang besar dan mengatur pembagian air ke kota-kota. Dia juga membangun jalan-jalan, jembatan-jembatan, masjid-masjid dan memperluas masjid Nabi di Madinah.
Setelah Utsman wafat, masyarakat beramai-ramai membaiat Ali ibn Abi Thalib sebagai khalifah. Ali memerintah hanya enam tahun. Selama masa pemerintahannya, ia menghadapi berbagai pergolakan. Tidak ada masa sedikit pun dalam pemerintahannya yang dapat dikatakan stabil. Setelah menduduki jabatan khalifah, Ali memecat para gubernur yang diangkat oleh Utsman. Dia yakin bahwa pemberontakan-pemberontakan terjadi karena keteledoran mereka. Dia juga menarik kembali tanah yang dihadiahkan Utsman kepada penduduk dengan menyerahkan hasil pendapatannya kepada negara, dan memakai kembali sistem distribusi pajak tahunan diantara orang-orang Islam sebagaimana pernah diterapkan Umar.
Tidak lama setelah itu, Ali ibn Abi Thalib menghadapi pemberontakan Thalhah, Zubair dan Aisyah. Alasan mereka, Ali tidak mau menghukum para pembunuh Utsman, dan mereka menuntut bela terhadap darah Utsman yang telah ditumpahkan secara zalim. Ali sebenarnya ingin sekali menghindari perang. Dia mengirim surat kepada Thalhah dan Zubair agar keduanya mau berunding untuk menyelesaikan perkara itu secara damai. Namun ajakan tersebut ditolak. Akhirnya, pertempuran yang dahsyat pun berkobar. Perang ini dikenal dengan nama Perang Jamal (Unta), karena Aisyah dalam pertempuran itu menunggang unta, dan berhasil mengalahkan lawannya. Zubair dan Thalhah terbunuh ketika hendak melarikan diri, sedangkan Aisyah ditawan dan dikirim kembali ke Madinah.
Bersamaan dengan itu, kebijaksanaan-kebijaksanaan Ali juga mengakibatkan timbulnya perlawanan dari gubernur di Damaskus, Mu'awiyah, yang didukung oleh sejumlah bekas pejabat tinggi yang merasa kehilangan kedudukan dan kejayaan. Setelah berhasil memadamkan pemberontakan Zubair, Thalhah dan Aisyah, Ali bergerak dari Kufah menuju Damaskus dengan sejumlah besar tentara. Pasukannya bertemu dengan pasukan Mu'awiyah di Shiffin. Pertempuran terjadi di sini yang dikenal dengan nama perang shiffin. Perang ini diakhiri dengan tahkim (arbitrase), tapi tahkim ternyata tidak menyelesaikan masalah, bahkan menyebabkan timbulnya golongan ketiga, al-Khawarij, orang-orang yang keluar dari barisan Ali. Akibatnya, di ujung masa pemerintahan Ali bin Abi Thalib umat Islam terpecah menjadi tiga kekuatan politik, yaitu Mu'awiyah, Syi'ah (pengikut) Ali, dan al-Khawarij (oran-orang yang keluar dari barisan Ali). Keadaan ini tidak menguntungkan Ali. Munculnya kelompok al-khawarij menyebabkan tentaranya semakin lemah, sementara posisi Mu'awiyah semakin kuat. Pada tanggal 20 ramadhan 40 H (660 M), Ali terbunuh oleh salah seorang anggota Khawarij.
Kedudukan Ali sebagai khalifah kemudian dijabat oleh anaknya Hasan selama beberapa bulan. Namun, karena Hasan tentaranya lemah, sementara Mu'awiyah semakin kuat, maka Hasan membuat perjanjian damai. Perjanjian ini dapat mempersatukan umat Islam kembali dalam satu kepemimpinan politik, di bawah Mu'awiyah ibn Abi Sufyan. Di sisi lain, perjanjian itu juga menyebabkan Mu'awiyah menjadi penguasa absolut dalam Islam. Tahun 41 H (661 M), tahun persatuan itu, dikenal dalam sejarah sebagai tahun jama'ah ('am jama'ah)! Dengan demikian berakhirlah masa yang disebut dengan masa Khulafa'ur Rasyidin, dan dimulailah kekuasaan Bani Umayyah dalam sejarah politik Islam.
Ketika itu wilayah kekuasaan Islam sangat luas. Ekspansi ke negeri-negeri yang sangat jauh dari pusat kekuasaannya dalam waktu tidak lebih dari setengah abad, merupakan kemenangan menakjubkan dari suatu bangsa yang sebelumnya tidak pernah mempunyai pengalaman politik yang memadai. Faktor-faktor yang menyebabkan ekspansi itu demikian cepat antara lain adalah:
Islam, disamping merupakan ajaran yang mengatur hubungan manusia dengan Tuhan, juga agama yang mementingkan soal pembentukan masyarakat.
Dalam dada para sahabat, tertanam keyakinan tebal tentang kewajiban menyerukan ajaran-ajaran Islam (dakwah) ke seluruh penjuru dunia. Disamping itu, suku-suku bangsa Arab gemar berperang. Semangat dakwah dan kegemaran berperang tersebut membentuk satu kesatuan yang padu dalam diri umat Islam.
Bizantium dan Persia, dua kekuatan yang menguasai Timur Tengah pada waktu itu, mulai memasuki masa kemunduran dan kelemahan, baik karena sering terjadi peperangan antara keduanya maupun karena persoalan-persoalan dalam negeri masing-masing.
Pertentangan aliran agama di wilayah Bizantium mengakibatkan hilangnya kemerdekaan beragama bagi rakyat. Rakyat tidak senang karena pihak kerajaan memaksakan aliran yang dianutnya. Mereka juga tidak senang karena pajak yang tinggi untuk biaya peperangan melawan Persia.
Islam datang ke daerah-daerah yang dimasukinya dengan sikap simpatik dan toleran, tidak memaksa rakyat untuk mengubah agamanya dan masuk Islam.
Bangsa Sami di Syria dan Palestina dan bangsa Hami di Mesir memandang bangsa Arab lebih dekat kepada mereka daripada bangsa Eropa, Bizantium, yang memerintah mereka.
Mesir, Syria dan Irak adalah daerah-daerah yang kaya. Kekayaan itu membantu penguasa Islam untuk membiayai ekspansi ke daerah yang lebih jauh.
Mulai dari masa Abu Bakar sampai kepada Ali dinamakan periode Khilafah Rasyidah. Para khalifahnya disebut al-Khulafa' al-Rasyidun, (khalifah-khalifah yang mendapat petunjuk). Ciri masa ini adalah para khalifah betul-betul menurut teladan Nabi. Mereka dipilih melalui proses musyawarah, yang dalam istilah sekarang disebut demokratis. Setelah periode ini, pemerintahan Islam berbentuk kerajaan. Kekuasaan diwariskan secara turun temurun. Selain itu, seorang khalifah pada masa khilafah Rasyidah, tidak pernah bertindak sendiri ketika negara menghadapi kesulitan; Mereka selalu bermusyawarah dengan pembesar-pembesar yang lain. Sedangkan khalifah-khalifah sesudahnya sering bertindak otoriter .

             Pesantren adalah bentuk pendidikan Islam di Indonesia yang telah berakar sejak berabad-abad silam. Nurcholish Madjid, dalam buku "Bilik-bilik Pesantren" (Paramadina-Jakarta, 1997), menyebut bahwa pesantren mengandung makna keislaman sekaligus keaslian (indigenous) Indonesia. Kata "pesantren" mengandung pengertian sebagai tempat para santri atau murid pesantren. Sedangkan kata "santri" diduga berasal dari istilah sansekerta "sastri" yang berarti "melek huruf", atau dari bahasa Jawa "cantrik" yang berarti seorang yang mengikuti gurunya kemana pun pergi. Sedangkan menurut Bpk.Marsikhon Mansur Pesantren adalah tempat pembinaan diri seseorang (santri) di bidang peribadatan dan keilmuan dalam tanggung jawab orang lain yang dilengkapi dengan tempat ibadah dan tempat huni (pondok). Pendekatan di pesantren lebih menekankan pendekatan kulturan,moral, intuitif dibanding pendekatan rasional dan hukum.

Pesantren setidaknya memiliki tiga unsur. Yakni santri, pondok atau asrama tempat tinggal para santri, serta kiai atau pimpinan pesantren tersebut. Dalam tradisi, kiai adalah pusat dari kehidupan pesantren. Kiai juga menjadi pusat kehidupan masyarakat sekitarnya. Baik dalam intelektualitas, religiositas, maupun sosial. Maka pesantren dan kiai mempunyai peran besar dalam sejarah bangsa ini. Bpk.Marsikhon membagi tugas poko seorang santri menjadi 2.Pertama, yaitu aktivitas kemanusiaan dalam rangka meningkatkan jati dan guna diri atas dasar tujuan dan dengan cara yang tak bertentangan dengan prinsip ajaran islam. Kedua, tugas seorng santri yaitu Ibadah.

Pesantren Giri di Gresik bersama institusi sejenis di Samudra Pasai telah menjadi pusat penyebaran keislaman dan peradaban ke berbagai wilayah Nusantara. Pesantren Ampel Denta menjadi tempat para wali -diantaranya kemudian disebut wali songo atau sembilan wali-menempa diri. Dari pesantren Giri, santri asal Minang, Datuk ri Bandang, membawa peradaban Islam ke Makassar dan Indonesia bagian Timur lainnya. Makassar lalu melahirkan Syekh Yusuf, ulama besar dan tokoh pergerakan bangsa. Mulai dari Makassar, Banten, Srilanka hingga Afrika Selatan.

Di awal Abad 19, Kiai Besari dari Pesantren Tegalrejo-Ponorogo mengambil peran besar. Pesantren ini menempa banyak tokoh besar seperti Pujangga Ronggowarsito. Pada akhir abad itu, posisi serupa diperankan oleh Kiai Kholil, Bangkalan-Madura. Dialah yang mendorong dan merestui KH Hasyim Asy'ari atau Hadratus Syeikh , santrinya dari pesantren Tebu Ireng - Jombang, untuk membentuk Nahdlatul Ulama (NU). NU pun menjadi organisasi massa Islam terbesar dan paling berakar di Indonesia.

Di jalur yang sedikit berbeda, rekan seperguruan Hadratus Syeikh di Makkah, KH Ahmad Dahlan pun mengambil peran yang kemudian mempengaruhi kelahiran "pesantren moderen" seperti Pondok Gontor - Ponorogo. Alur 'moderen' ini juga ditempuh A. Hasan dari Persis-Bangil, juga Persatuan Umat Islam di Jawa Barat, serta kalangan surau di Minang yang melahirkan Buya Hamka.

Setelah Indonesia merdeka, kalangan 'moderen' ini sempat menyumbangkan tokoh-tokoh penting di pemerintahan. Bukan hanya Mukti Ali di lingkup Departemen Agama. Namun juga M. Natsir yang pernah menjadi perdana menteri, serta Syafrudin Prawiranegara yang sempat menjadi perancang ekonomi nasional maupun perdana menteri.

Peran tokoh-tokoh dari pesantren yang lebih murni, lebih dari setengah abad terbatasi di lingkup keagamaan. Sejak KH Wahid Hasyim -putra Hadratus Syeikh-- hingga KH Syaifuddin Zuhri menempati posisi Menteri Agama. Reformasi politik Indonesia 1998-1999 ikut membongkar sekat tersebut. KH Abdurrahman Wahid yang terpilih menjadi Presiden Republik Indonesia keempat pada 1999, adalah "orang pesantren".

 




 

Sore itu, sehabis sholat Ashar seluruh santri bekumpul dijerambah masjid guna melaksanakan pengajian wethon. Pengajian yang rutin dilakasanakan setiap harinya itu diajar langsung oleh Pak Kyai. Sambil menunggu P.Kyai yang masih wiridan didalam Masjid para santri ada yang belajar sendiri mengulangi pelajaran yang sudah dijelaskan, ada juga yang menambal kitabnya yang masih kosong. Tidak seperti biasanya, pada sore itu P.Kyai tidak mebacakan makna kitab, melainkan beliau memberikan wejangan . beliau menegesakan bahwa mondok itu yang penting yakin, jangan sampai salah niat dalam mencari ilmu yaitu niat mencari ridlo Allah semata , dan harus memiliki himmah (cita-cita) yang tinggi. Beliau pun bertanya pada seorang santri.
kang, awakmu nduwe kepinginan opo ?“.
anu yai, ku...lo pengen dados tiyang ingkang pinter.” Jawab Santri.
Awakmu pengen pinter ? awkmu wes belajar tenanan ta? Nduwe semangat karo gairah belajar ta ?” Tanya Pak Kyai.
Sam....sampun Yai.” Jawab santri dengan terbata-bata.
Nek menurutku, semangatmu belajar gairahmu belajar kuwi jek kurang, semangatmu kuwi ora onok seperepate (satu per empat) semangatku le. Piye carane isok pinter nek semangatmu ae kurang.” Terang P.Yai. mendengar jawaban tersebut, santri itu pun kaget. Membuatnya  terdiam seribu bahasa. Dalam hatinya berkata “ piye carane isok pinter koyok p.Yai opo maneh ngeluwihi , nek semangatku ae durung onok seperepate.
Setelah itu , Beliau memberikan sebuah wejangan lagi. “ nek wong disek iso, lapo wong saiki gak iso? Keadaan boleh berubah, waktu boleh berubah , tapi hanya satu yang tak boleh berubah, yaitu perubahan itu sendiri, semngat untuk berubah.” Selesai memberi wejangan Pak Kyai menutup pengajian pada sore itu dengan salam. Kemudian dijawab secara serentak oleh para santri.

WALLAAHU ‘ALAM.